Zaman memang sudah maju, namun ternyata, ada beberapa daerah di Malang yang masyarakatnya masih memegang teguh adat istiadat yang diwariskan oleh para leluhur. Tradisi tersebut masih berlaku, bahkan seolah menjadi suatu yang wajib dilakukan. Dan berikut ini adalah empat tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Malang.

Adat selamatan Jum’at Legi

[ Image Source ]
Jum’at legi adalah hari yang ada dalam hitungan Jawa. Jum’at legi datang satu kali dalam sebulan. Untuk memperingati hari tersebut, setiap masyarakat melakukan selamatan. Mereka mengundang beberapa tetangga untuk datang ke rumah, berdoa dan membagikan berkat, berisi makanan dan juga kue. Selamatan ini dilakukan bergantian dengan tetangga. Jadi, tak heran jika tiap Jum’at legi datang, berkat jadi bertumpuk undung di masing-masing rumah. Namun, hikmah yang diambil dari adat ini adalah, tali silahturahmi dengan tetanggaa terus terjalin dengan baik.

Kupatan

[ Image Source ]
Istilah ini diambil dari nama ‘ketupat’. Sebuah tradisi yang dilakukan usai hari raya Idul Fitri. Hampir sama dengan selamatan Jum’at Legi. Bedanya, berkat yang dibagikan saat kupatan adalah ketupat, lontong, lepet komplit dengan sayurnya. Tradisi ini dilakukan dalam kurun waktu satu minggu setelah hari raya idul fitri.

Kenduren

[ Image Source ]
Mungkin tradisi ini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat Malang. Tradisi ini biasanya diselenggarakan untuk berdoa bersama di rumah salah seorang warga yang memiliki hajad. Entah itu putra-putrinya yang menikah atau khitan. Namun, tak hanya itu, tradisi kenduren juga biasanya berlaku untuk memperingati kepergiana kerabat. Mereka menyelenggarakan kenduren untuk mengirim doa untuk kerabat yang sudah di alam lain dan berharap agar diampuni dosa-dosa selama hidup di dunia.

Tebar bunga di perempatan

[ Image Source ]
Tradisi ini juga dilakukan di hari Jum’at Legi. Namun, berbeda dengan selamatan dan berbagi berkat dengan para tetangga. Tradisi ini lebih mirip ritual sesembahan. Sebeb, masyarakat selalu meletakkan bunga dengan tujuh jenis di tiap perempatan jalan besar. Entah apa yang mendasari ritual tersebut. Yang jelas, tradisi ini sudah ada sejak dulu, dan masih terus ada yang percaya dan tetap melaksanakan ritual tersebut.

Melestarikan budaya memang perlu, namun, kita juga harus memerhatikan asal usul dan manfaatnya.